IMM FAI UAD
Menu
Close
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

Fakultas Agama Islam UAD

Benarkah Islam di Indonesia adalah Islam Pinggiran?

Benarkah Islam di Indonesia adalah Islam Pinggiran?

Smallest Font
Largest Font

Islam di wilayah Asia Tenggara memiliki karakteristik atau watak yang berbeda dengan wilayah lain, khususnya di Timur Tengah. Karakteristik Islam di wilayah Asia Tenggara, seperti, watak yang lebih damai, ramah, dan toleran menjadi ciri khas atau karakteristik yang membedakan Islam di Asia Tenggara dengan Islam di kawasan lainnya.

Karakteristik Islam yang damai dan toleran di wilayah Asia Tenggara tersebut tidak luput dari konsekuensi penyebaran dan perkembangan historis Islam di Asia Tenggara. Thomas W. Arnold dalam bukunya Preaching of islam menyimpulkan bahwa penyebaran dan perkembangan historis Islam berlangsung secara damai, dalam istilah Arnold disebut dengan penetration pacifigure (Arnold, 1913).

Proses Penyebaran Islam di Asia Tenggara

Menurut Hamid dalam (Amin, 2018) ketika berbicara mengenai proses Islamisasi Nusantara, kita tidak boleh mengabaikan laporan-laporan yang berasal dari penduduk asli (native people) di wilayahnya baik tulisan maupun lisan (native tradistion).  Beberapa tradisi asli berbicara tentang proses-proses Islamisasi.

Proses penyebaran dan perkembangan Islam di wilayah Asia Tenggara berbeda dengan ekspansi Islam di wilayah Timur Tengah, Asia Selatan dan Afrika Utara yang oleh banyak sumber-sumber Islam disebut dengan fath atau futuh, yakni pembebasan, yang sering kali melibatkan kekuatan militer. Walaupun proses Islamisasi di wilayah ini tidak selamanya mengalami pemaksaan penduduk setempat untuk memeluk, namun pada akhirnya wilayah ini mengalami proses Arabisasi yang lebih intens.

Konsekuensi dari proses penyebaran Islam di Asia Tenggara secara damai menjadikan Islam di kawasan ini menjadi lebih lunak, lebih jinak, bahkan lebih akomodatif terhadap tradisi budaya setempat. Oleh karena itu, Islam di Asia Tenggara yang oleh sebagian pengamat Barat lebih bersiafat “sinkretik”, yakni bercampur dengan kepercayan lokal, “tidak murni”, atau bahkan “tidak murni” jika dibandingkan islam di wilayah Timur Tengah.

Islam Periferal

Kawasan Asia Tenggara dianggap secara geografi sebagai wilayah penggiran atau periferi di Dunia Muslim. Sifatnya yang akomodatif terhadap budaya sehingga bercampur dengan budaya lokal dan tidak memiliki tradisi keilmuan yang mantap menjadikan kalangan sarjana dan peneliti cenderung  tidak memasukkan Nusantara dalam pembaruan tentang Islam. Bahkan, Islam di Nusantara dianggap bukan “Islam yang sebenarnya” , karena bercampur dengan budaya lokal.

Asia Tenggara merupakan bagian dari salah satu wilayah dari kebudayaan atau peradaban Islam yang terdiri dari tujuh wilayah kebudyaan atau peradaban, yakni kebudayaan-kebudayaan islam-Arab, Islam-persia, Islam-Turki, Islam-Afrika, Islam Anak Benua India, Islam Indo-Melayu, dan yang terakhir disebut dengan istliah “Western hemisphere”.

Sebagian sarjana yang juga memberikan nada negatif tentang kajian Islam di Asia Tenggara, seperti Harry J Benda, Clifford Geertz, Wertheim, Robert Jay, Van Leur dan lain-lain (Amin, 2018). Terdapat anggapan dari sebagian sarjana yang mengkaji Islam bahwa Sejarah peradaban Islam hanya sejarah Islam Arab, sedangkan Islam di luar Timur Tengah dianggap tidak ada (Rabasa, 2004).

Islam di Indonesia atau Asia Tenggara juga dianggap oleh para ahli atau pengkaji Islam sebagai bukan bagian integral dari Islam dan Dunia Islam. Islam di Asia Tenggara dianggap sebagai wilayah periferal atau pinggiran secara geografis maupun secara doktrin dan praktek keislaman (Azra, 2012). Inti pandangan ini adalah “Islam yang sebenarnya” hanyalah terdapat di Timur Tengah, bukan Islam di Asia Tenggara,atau Islam di wilayah lain (Prof. DR. Azyumardi Azra, 1999).

Kenneth P. Landon merupakan orang pertama yang mengemukakan pandangan bahwa Islam di Asia Tenggara adalah lapisan tipis di atas kebudayaan lokal, yang mudah mengelupas dan tergerus oleh kepercayaan Hindhu-Budha.

Van Leur menyatakan bahwa Islam di Nusantara hanyalah lapisan tipis yang mudah mengelupas dalam timbunan budaya setempat, bahkan ia menambahkan bahwa Islam tidak membawa sepotong pun ke Tingkat perkembangan yang lebih tinggi, baik secara social, ekonomi, maupun pada dataran negara dan perdagangan. Sedangkan bagi Winstedt, pengaruh Islam sangat terbatas dan hal itu pun sudah bercampur dengan kepercayaan Hindu dan Budha.

Pendapat kontroversial tersebut tentu mendapat tantangan keras seperti Najib al-Attas, Hussein al-Attas, dan Nikki Keddie. Najib sepenuhnya menolak pendapat Van Leur dan Winstedt. Justru Islamlah yang memiliki pengaruh besar dalam mengubah kehidupan sosio-budaya serta tradisi keruhanian masyarakat Melayu-Indonesia.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    1
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Artikel Terkait

IMM FAI UAD