IMM FAI UAD
Menu
Close
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

Fakultas Agama Islam UAD

Gagasan “Tuhan Telah Mati”-nya Frederich Nietzsche

Gagasan “Tuhan Telah Mati”-nya Frederich Nietzsche

Smallest Font
Largest Font

Oleh :Mustofa Dahlan (Ketua Bidang Kaderisasi IMM FAI UAD Periode 2021-2022)

Nietzsche merupakan seorang filosof yang menaruh perhatian besar terhadap ejarah, moralitas, arti hidup dan teologi. Berbagai buku yang ditulisnya, seperti Thus Spoke Zarasutha, Beyond God And Evil serta The Birth of Tragedy menjadi gambaran komperhensif dan mendalam tentang pemikiran Nietzsche.  Berbeda dengan kebanyakan filosof, Nietzsche lebih menggunakan paradigma negatifisme dalam pandangan filsafatnya. Dari pemikirannya itu, tak jarang terdapat berbagai kontroversi yang muncul. Salah satunya adalah pendapatnya tentang “Tuhan Telah Mati”. Telah banyak studi literatur dan forum studi yang membahas gagasan Nietzsche tentang ini. Tulisan sederhana ini turut meramaikan khazanah pemikiran Nietzsche dengan menggunakan perspektif sejarah dan episteme.

Biografi

Fredrich Nietzsche atau sering disebut Nietzsche lahir di Kota Prussia, Jerman pada 1844 dan meninggal pada 1900 (56 tahun). Nietzsche merupakan seorang dosen yang bergelar professor di bidang filsafat yang mengajar untuk Universitas Bonn dan Universitas Leipzig di Jerman. Masa kecil Niedtzsche dihabiskan di Kota kelahirannya, Prussia. Nietzsche kecil hidup dalam keluarga yang pas-pasan. Ayah Nietzsche, Carl Ludwig Nietzsche meninggal pada 1849 ketika dirinya berusia lima tahun dan diasuh secara penuh oleh ibunya, Carl. Nietzsche memliki berbagai penyakit selama hidupnya, seperti sifilis, kejang psikotik, serta gangguan mental. Namun, penyakit yang diderita oleh Nietzsche ini masih menjadi perdebatan para ahli hingga hari ini.

Nietzsche sang Religius

Nietzsche lahir dalam keluarga religius Kristen. Ayahnya merupakan pendeta di gereja lokal kota Prussia. Kultur dan Pemikiran religius Kristen menjadi situasi yang familiar bagi Nietzsche kecil. Hal ini yang menjadikan sosok Nietzsche bisa dikategorikan sebagai sosok religius. Sepak terjang dalam kerohanian Kristen diperdalam lagi melalui studi sarjana dengan mengambil jurusan Bahasa Klasik dan Teologi di Universitas Leipzig.

Kendati Nietzsche seorang religius, namun Nietzsche mengambil jalan Negatifisme dalam melakukan aktifitas kerohaniannya. Dirinya seringkali mengungkapkan kritikannya terhadap agama Kristen itu sendiri. Dalam buku Thus Spare Zarasutha, Nietzsche berpendapat bahwa agama Kisten merupakan agama yang merendahhkan hidup manusia dengan dalil kebahagiaan kekal dan tidak berubah. Selain itu, Nietzsche berpendapat bahwa budaya Yunani adalah solusi alternatif bagi krisisnya identitas Kristen pada abad ke 19 silam.

Kondisi Eropa era Modern Awal

Nietzsche hidup pada era modern awal. Berikut gambaran situasi yang terjadi pada masa itu. Pertama, menguatnya paham anti agama pasca abad pencerahan (Renaisans). Berbeda dengan era skolastik (dominasi gereja), era renaisans dan modern terkesan sekular. Berbagai macam dogma gereja sudah tidak begitu dipakai ditengah masyarakat. Hal ini menjadikan aktifitas berfikir dan budaya filsafat yang terkubur selama beberapa abad yang lalu menjadi hidup kembali. Namun, budaya ini pula yang menyebabkan bangsa eropa kehilangan jati dirinya sebagai manusia yang beragama. Praktik ini langgeng hingga era post-modern ini.

Kedua, masifnya Revolusi Industri 2.0 khususnya di Eropa Barat. Berkembagnya Revolusi Industri diawali dengan ditemukannya mesin-mesin produksi. Sektor pertanian bukan menjadi profesi utama warga Eropa Barat. Perlahan namun pasti, mereka beralih profesi menjadi praktisi industri dengan segala posisinya. Hal ini memicu menguatnya kesenjangan sosial. Dengan pola revolusi industri diatas, kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin semakin menjadi-jadi. Bagi si kaya, si miskin adalah alat dengan “upah murah” untuk mengoperasikan mesin produksi. Naas, bagi si miskin tidak ada pilihan lain selain sami’na wa atha’na karena mereka tidak ada pilihan lain.  

Ketiga, gaya hidup pragmatis. Pola hidup pragmatis tidak bisa dihilangkan dari kultur Masyarakat modern awal. Kegersangan nilai religius berpadu dengan industrialisasi, merupakan kolaborasi sempurna menuju kehidupan serba pragmatis. Teks-teks agama, Falsafah budaya dan muatan lokal tak mampu membendung arus pragmatis yang terjadi.

Tuhan Telah Mati

Tuduhan kematian tuhan oleh Nietzsche dilatar belakangi beberapa poin, diantaranya, pertama, matinya paradigma agama dalam Masyarakat. Masyarakat modern menurut Nietzsche cenderung sekular dan jarang menghadirkan teks-teks keagamaan dalam laku politik, ekonomi dan pendidikan. Sehingga sendi-sendi masyarakat modern krisis ruh spiritualitas dan menjadikan aspek naqli sebagai faktor dominan.

Kedua, munculnya “Agama Baru” masyarakat modern. Masyarakat modern lintas kepercayaan, sama-sama menganut agama baru. Agama aru disini tidak terikat dalam konsep aqidah melainkan satu konsep pemikiran dan kesadaran naif yang sama, yakni agama yang menjunjung tinggi kemewahan dan watak hedonistik. Menurutnya, masyarakat modern lintas agama sama-sama mengejar kekuatan ad-duniawi yang berbau kefanaan, semacam kemewahan, jabatan tinggi, perspektif orang lain dan kerusakan-kerusakan lainnya.

Konklusi

Sebagai filosof yang terkenal dengan gagasannya yang blak-blakan, apa yang dikatakan oleh Nietzsche ini mengandung komentar dari beberapa pihak dan menerapkan gagasan ini pada ruang destruktif. Padahal, gagasan ini bukan murni “membunuh tuhan”. Ini hanyalah makna kiasan dibalik pengamatan empiris Nietzsche yang menggambarkan laku hidup manusia modern yang mengesampingkan Tuhan. Bukan Nietzsche yang membunuh Tuhan, tapi manusia modern-lah yang membunuh Tuhan itu sendiri. Adios.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    1
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Artikel Terkait

IMM FAI UAD